Tag Archives: Wudhu

Sholat Khusyu’ dan Wudhu Lahir-Batin

SEORANG salafusshalih (orang salih zaman dulu), Isam Bin Yusuf, dikenal sangat wara’ (hati-hati) dan khusyu’ dalam sholatnya. Namun, dia selalu khawatir kalau-kalau ibadahnya kurang khusyu’ dan selalu bertanya kepada orang yang dianggapnya lebih baik dalam beribadah.

Suatu hari, Isam menghadiri majelis seorang ‘abid bernama Hatim Al-Assam dan bertanya, “Wahai Aba Abdurrahman, bagaimanakah caranya Anda sholat?”. Hatim berkata, “Jika masuk waktu sholat, aku berwudhu zhahir (lahir) dan batin.” Continue reading

Habis Mandi Perlu Wudhu Lagi

Ada beberapa pertanyaan yg mau saya tanyakan.
1. Meletakkan pergelangan tangan kanan di atas pergelangan tangan kiri saat bersedekap (sholat ), sesuai dalil tidak?
2. Waktu larangan sholat ketika matahari tepat di atas kepala hingga condong, kalau dikaitkan dengan jam, jam berapa?
3. Boleh tidak mandi biasa (mandi untuk menyegarkan dan membersihkan badan/bukan mandi junub), tapi tata caranya seperti mandi junub, dengan tujuan setelah selesai mandi tidak perlu wudhu lagi, karna saya apabila mandi di sore hari sering kali waktunya mendekati waktu magrib? Mohon jawabannya, wassalam. (Widy)

JAWAB:
1. Ada, itu contoh dari Rasulullah Saw. Dalilnya a.l. “Kami, para nabi, diperintahkan untuk segera berbuka dan mengakhirkan sahur serta meletakkan tangan kanan pada tangan kiri (bersedekap) ketika shalat.” (HR. Ibnu Hibban dan Adh-Dhiya’ dengan sanad shahih). “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meletakkan tangan kanannya di atas tangan kirinya.” (HR. Muslim dan Abu Dawud).

2. Waktu-waktu yang dilarang melakukan salat a.l. ketika matahari berada di puncak atau tepat di atas kepala (tepat tengah hari), disebut juga Titik Zenith, hingga bergesar ke arah barat. “Ada tiga waktu, yang kita dilarang mengerjakan shalat atau menguburkan orang meninggal pada waktu itu; yaitu ketika matahari terbit sampai menjadi tinggi, ketika matahari berada tepat di atas kepala sampai tergelincir, ketika matahari menjelang terbenam sampai matahari terbenam”. (HR. Muslim).

Jamnya tidak bisa ditentukan secara tetap, karena berubah-ubah, sebagaimana berubah-ubahnya waktu shalat zhuhur, kadang beberapa menit sebelum jam 12.00, kadang beberapa menit setelahnya.

3. Seseorang yang bersuci dari hadats besar (mandi junub), maka otomatis dia juga bersuci dari hadats kecil. “Rasulullah Saw mandi, lalu shalat dua rakaat, dan saya (Aisyah) tidak melihat beliau berwudhu lagi setelah mandi.” (HR. Abu Daud dan Ahmad).

Namun, jika mandi biasa (bukan mandi junub), maka tetap harus wudhu’ dulu jika hendak shalat. “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki” [QS. Al-Maidah:6]. Wallahu a’lam.

Wudlu dalam Keadaan Telanjang

Aswb pak klo wudlu dalam keadaan telanjang batal gak dan hukumnya apa? Terimakasih atas perhatiannya wslam. 085860039XXX

Setelah mandi besar/junub, apa perlu wudhu lagi?

JAWAB: Wa’alaikum salam wr. Wb. Boleh, kami tidak menemukan adanya dalil yang melarang berwudhu dalam keadaan telanjang, misalnya di kamar mandi.

Demikian pula pendapat para ulama, seperti Syekh Ibnu Baz: “Aku tidak mengetahui adanya larangan berwudhu dalam kondisi telanjang setelah selesai mandi…”. (Majmu’ Fatawa).

Tidak perlu wudhu lagi setelah mandi junub, namun boleh juga wudhu –tidak ada larangan. Wallahu a’lam. (Tim Asatidz Pusdai).*

Wudhu Itu Sehat Lho!

Secara kesehatan wudlu sangat bermanfaat. Kalau diperhatikan, anggota badan yang dibasuh ketika berwudlu adalah anggota-anggota badan yang sering terbuka.

Anggota badan kita yang terbuka sangat rentan didatangi kuman, selain memang kulit kita dihuni oleh kuman-kuman yang normal keberadaannya, kuman-kuman yang bersifat simbiotik mutualisme (keberadaannya membantu kulit misalnya dalam sistem pertahannan tubuh) juga kuman-kuman simbiotik komensalisme (keberadaanya tidak menimbulkan kerugian/penyakit) juga yang patogen potensial (opportunistic) (kuman yang akan menimbulkan penyakit), kuman-kuman ini yang dikenal dengan flora normal kulit.

“Wahai orang-orang yang beriman apabila engkau hendak mendirikan sholat, maka basuhlah muka-muka kalian, tangan-tangan kalian hingga siku, dan usaplah kepala kalian dan basuhlah kaki-kaki kalian hingga kedua tumit” (QS. Al-Maidah : 6).

Salah satu kewajiban kita adalah berwudlu yang merupakan syarat untuk mendirikan shalat.

Secara syar’i, wudlu ditujukan untuk menghilangkan hadast kecil agar kita sah menjalankan ibadah, khususnya sholat. Minimal lima kali dalam sehari kita melakukan wudlu, yaitu untuk menjalankan sholat lima waktu.

Meski demikian, kita dianjurkan untuk berwudlu tidak hanya ketika hendak mendirikan sholat, namun juga ketika hendak melakukan ibadah atau amalan yang baik, misalnya ketika kita hendak membaca al-Qur’an, ketika kita hendak mengikuti pelajaran, pengajian atau ketika kita hendak memasuki masjid dan mushola.

Bahkan ketika kita hendak makan pun dianjurkan untuk mengambil air wudlu. Dalam sebuah hadist Rasulullah s.a.w. bersabda:

“Keberkahan makanan adalah dengan wudlu sebelum dan sesudahnya” (HR Abu Dawud).

Menurut ilmu bacteria (mikrobakteriology), 1 cm meter persegi dari kulit kita yang terbuka bisa dihinggapi lebih 5 juta bakteri yang bermacam-macam.

Bakteri ini perkembangannya sangat cepat dan salah satu faktor yang paling mempengaruhi perkembangannya adalah keseimbangan asam-basa (pH). PH permukaan kulit sangat berperan dalam memproteksi tubuh dan membatasi perkembangan kuman yang akan menimbulkan penyakit.

Ketika membasuh kulit dengan air, maka keseimbangan pH dan kelembaban itu akan terkoreksi kembali dan diharapkan kembali normal. Kulit kita terdiri atas beberapa lapisan, salah satunya adalah epidermis pada lapisan terluar (yang mengadakan kontak langsung dengan lingkungan luar).

Pada lapisan ini terdapat lapisan sel tanduk (stratum corneum) yang selalu mengalami deskuamasi (penggantian dan pembuangan sel-sel kulit mati pada stratum korneum) dan kadang sel-sel kulit yang mati dan mengelupas itu akan menyumbat pori-pori yang juga bermuara pada lapisan epidermis, hal inilah yg dapat menimbulkan penyakit pada kulit.

Ketika berwudlu, maka air akan membantu membuang kotoran-kotoran, sisa-sisa sel kulit mati tadi dan meminimalisir jumlah kuman pada permukaan kulit kita.

Menurut para ahli pada lembaga riset trombosis di London (Inggris), jika seseorang selalu mandi atau membasuh anggota tubuhnya, maka akan memperbaiki dan melancarkan sistem peredaran darah, air yang mengandung elektrolit-elektrolit akan membuat pembuluh-pembuluh darah mengalami vasodilatasi (pelebaran) sehinggga memperlancar peredarannya.

Juga yang lebih penting adalah efek air pada tubuh kita, yaitu meningkatkan produksi sel-sel darah putih (leukosit) yang sangat berperan penting dalam system pertahanan tubuh (immunitas).

Bahkan dari bunyi gemericik air dan kesejukannya, saraf-saraf tubuh yang mengalami ketegangan akibat aktifitas sebelumnya akan mengalami relaksasi juga mengembalikan kemampuan kerja otot-otot tubuh kita.

Ketika berwudlu, kita juga dianjurkan berkumur, bersiwak (gosok gigi), membersihkan hidung, dan membersihkan sela-sela jari tangan dan kaki. Rasulullah Saw pernah mengingatkan kepada umatnya:

“Alangkah baiknya orang-orang yang mau menyela-nyela? Mereka bertanya: Siapa mereka wahai Rasulullah? Beliau menjawab : Mereka adalah yang mau menyela-nyela dalam wudlu dan dari makanan, dalam wudlu adalah dengan berkumur, menghisap air hidung dan menyela-nyela jari-jemari mereka pada saat berwudlu, sedangkan menyela-nyela gigi adalah membersihkannya dari bekas makanan. Sesungguhnya yang paling menjengkelkan kedua malaikat (pencatat) adalah ketika mereka melihat bekas makanan di sela-sela gigi mereka sedangkan mereka mendirikan sholat” (H.R. Ahmad dari Abu Ayub).

Kalau kita tahu, mulut dan hidung kita ini merupakan sarang bakteri berbahaya. Bila kita tidak rajin membersihkannya bisa menimbulkan berbagai macam penyakit.

Bakteri-bakteri tersebut semakin subur oleh bekas-bekas makanan yang ada di sela-sela gigi yang tidak kita bersihkan. Penelitian pernah membuktikan bahwa 90% dari mereka yang menderita kerusakan gigi, adalah karena keteledoran dalam melakukan kebersihan mulut.

Penyakit yang ditimbulkan oleh bakteri yang ada di mulut kita tidak hanya mengancam gigi dan gusi, tetapi juga mengancam sistem pencernaan kita, ini karena air liur yang kita telan berasal dari mulut.

Ada beberapa penyakit yang dapat disebabkan kurang diperhatikannya kesehatan gigi dan mulut dan efeknya adalah timbul penyakit pada organ lain, misalnya sinusitis causa kerusakan gigi (geraham atas).

Marilah kita senantiasa menjaga kebersihan dan kesehatan badan kita dengan rajin berwudlu dengan air yang suci dan bersih, dan dengan tata cara yang benar.

Berwudlu tidak hanya beribadah, namun juga menjaga kesehatan kita. Rasulullah Saw bersabda: “Muka dan tangan kalian nanti di hari kiamat berkilauan bekas dari berwudlu” (H.R. Muslim). Wallahu a’lam. (Sumber: PesantrenVirtual.com).

Bersentuhan dengan Istri, Batal Wudhu?

Bagaimana kalau kita sudah wudu tapi bersentuhan dengan istri, apakah batal wudunya? 082116367XXX

JAWAB: Para ulama berbeda pendapat tentang masalah hukum bersentuhan kulit antara lelaki dengan wanita ajnabi (asing) –termasuk istrinya-  termasuk di antara pembatal wudhu atau bukan. Pendapat terbanyak (jumhur ulama) adalah tidak batal jika sentuhan tidak disertai syahwat, apalagi tidak disengaja.

Sumber perbedaan pendapat ini dikarenakan perbedaan penafsiran dikalangan ulama terhadap ayat yang berbunyi : “Atau kalian menyentuh wanita” (QS. An-Nisa:43), tepatnya makna lafadz ‘al-lams’ (menyentuh).

Jumhur ulama menafsirkan kata “menyentuh wanita” dalam ayat tersebut adalah bahasa majasi (kiasan), yakni berarti jima’ (berhubungan badan).

Istri Nabi Saw, Aisyah r.a., berkata, “Ketika Rasulullah Saw hendak menunaikan shalat, saya pernah duduk dihadapannya seperti jenazah, hingga apabila beliau hendak witir beliau menyentuh saya dengan kakinya.” (QS. An-Nasa-i).

“Pada suatu malam, saya (Aisyah) mendapati Rasulullah Saw tidak ada di tempat tidur. Lalu saya mencarinya dan saya memegang telapak kakinya dengan tangan saya pada waktu beliau berada di dalam masjid” (HR. Muslim).

Masih dari ‘Aisyah, beliau mengatakan, Nabi Saw pernah mencium sebagian istrinya, lalu ia pergi shalat dan tidak berwudhu. Seorang perawi (‘Urwah) berkata pada ‘Aisyah, “Bukankah yang dicium itu engkau?” Setelah itu ‘Aisyah pun tertawa. (HR. Imam Ath Thobari).

Ada juga ulama yang berpendapat, menyentuh wanita (istri) itu membatalkan wudhu’, misalnya ulama  kalangan Syafi’iyyah. Mereka menafsirkan kata “menyentuh” pada ayat di atas dengan makna dzahirnya. Hadits-hadits riwayat Aisyah tadi menurut mereka  tidak bisa diterima karena berstatus  dhaif (lemah).

Kesimpulannya, bersentuhan dengan lawan jenis mutlak tidaklah membatalkan wudhu, baik karena syahwat ataupun tidak; tidak batal asalkan tidak diiringi dengan syahwat (jika karena syahwat maka wudhunya menjadi batal), sentuhan seseorang dengan wanita yang bukan mahram, baik diiringi dengan syahwat atau tidak, maka hal tersebut membatalkan wudhu.

Silakan pilih pendapat yang kita yakini sebagai pendapat yang paling tepat, tanpa disertai sikap menyalahkan dan merendahkan pendapat yang berbeda.

Menurut Ibnu Taimiyyah,  pendapat yang paling rajih (kuat) dan moderat adalah “hanya sentuhan yang disertai syahwat yang membatalkan wudhu”. Wallahu a’lam.*