Tag Archives: Humor

Berhiburlah! Karena Hati Pun Bisa Bosan

Islam adalah agama realis, tidak tenggelam dalam dunia khayal dan lamunan. Tetapi Islam berjalan bersama manusia di atas dunia realita dan alam kenyataan.

Islam tidak memperlakukan manusia sebagai Malaikat yang bersayap dua, tiga dan empat. Tetapi Islam memperlakukan manusia sebagai manusia yang suka makan dan berjalan di pasar-pasar.

Justru itu Islam tidak mengharuskan manusia supaya dalam seluruh percakapannya itu berupa zikir, diamnya itu berarti berfikir, seluruh pendengarannya hanya kepada al-Quran dan seluruh senggangnya harus di masjid.

Islam mengakui fitrah dan instink manusia sebagai makhluk yang dicipta Allah, di mana Allah membuat mereka sebagai makhluk yang suka bergembira, bersenang-senang, ketawa, dan bermain-main, sebagaimana mereka dicipta suka makan dan minum.

Rasulullah Saw dan para sahabat juga biasa bergurau, tertawa, bermain-main, dan berkata yang ganjil-ganjil, karena mereka mengetahui akan kebutuhan jiwanya dan ingin memenuhi panggilan fitrah serta hendak memberikan hak hati untuk beristirahat dan bergembira, agar dapat melangsungkan perjalanannya dalam menyusuri aktivitasnya. Sebab aktivitas hidupnya itu masih panjang.

Ali bin Abu Talib pernah berkata: “Sesungguhnya hati itu bisa bosan seperti badan. Oleh karena itu, carilah segi-segi kebijaksanaan demi kepentingan hati.”

Katanya pula: “Istirahatkanlah hatimu sekedarnya, sebab hati itu apabila tidak suka, bisa buta.”

Abu Darda’ berkata: “Sungguh hatiku akan kuisi dengan sesuatu yang kosong, supaya lebih dapat membantu untuk menegakkan yang hak.”

Oleh karena itu, tidak salah kalau seorang Muslim bergurau dan bermain-main yang kiranya dapat melapangkan hati. Tidak juga salah kalau seorang Muslim menghibur dirinya dan rekan-rekannya dengan suatu hiburan yang mubah, dengan syarat kiranya hiburannya itu tidak menjadi kebiasaan dan perangai dalam seluruh waktunya, yaitu setiap pagi dan petang selalu dipenuhi dengan hiburan, sehingga dapat melupakan kewajiban dan melemahkan aktivitasnya.

Maka tepatlah pepatah yang mengatakan: “Campurlah pembicaraan itu dengan sedikit bermain-main (humor), seperti makanan yang dicampur dengan sedikit garam.”

Dalam bermain-main itu, seorang muslim tidak diperkenankan menjadikan harga diri dan identitas seseorang sebagai sasaran permainannya.

“Hai orang-orang yang beriman! Jangan ada satu kaum merendahkan kaum lain sebab barangkali mereka (yang direndahkan itu) lebih baik dari mereka (yang merendahkan).” (al-Hujurat: 11)

Tidak juga diperkenankan dalam berguraunya itu untuk ditertawakan orang lain, dengan menjadikan kedustaan sebagai wasilah. Sebab Rasulullah telah memperingatkan dengan sabdanya sebagai berikut: “Celakalah orang yang beromong suatu omongan supaya ditertawakan orang lain, kemudian dia berdusta. Celakalah dia! Celakalah dia!” (Riwayat Tarmizi).

Sumber: Halal dan Haram dalam Islam oleh Syekh Muhammad Yusuf Qardhawi. Penerbit: PT. Bina Ilmu, 1993.

Bercanda ala Rasulullah Saw

HUKUM bercanda (bergurau, humor) adalah mubah atau boleh (An-Nawawi, Al-Adzkar). Dalilnya, Rasulullah Saw juga suka bercanda. Dari Abu Hurairah, bahwa para shahabat bertanya, ”Wahai Rasulullah, sesungguhnya Anda telah mencandai kami.” Rasulullah saw. Menjawab, “Sesungguhnya tidaklah aku berbicara kecuali yang benar” (HR Tirmidzi).

Hukum mubah itu berlaku selama rambu-rambu dalam bercanda dipatuhi. Sebagaimana dikemukakan ‘Aadil bin Muhammad Al-‘Abdul ‘Aali dalam bukunya, Pemuda dan canda, syarat bercanda menurut Islam antara lain:

  • Materi canda tidak berisi olok-olok atau mempermainkan ajaran Islam;
  • Tidak boleh menyakiti perasaan orang lain;
  • Tidak mengandung kebohongan;
  • Tidak mengandung ghibah (menggunjing);
  • Tidak cabul; dan
  • Tidak melampaui batas, yakni tidak membuat melalaikan kewajiban dan tidak menjerumuskan pada yang haram.

CANDA ALA RASUL

Canda ala Rasulullah umumnya berupa “teknik bisosiasi”, yakni mengemukakan hal tak terduga pada akhir pembicaraan (“teknik belokan mendadak”) atau kata yang menimbulkan dua pengertian (asosiasi ganda).

Anas ra. Meriwayatkan, pernah ada seorang laki-laki meminta kepada Rasulullah agar membawanya di atas unta. Rasulullah bersabda: ”Aku akan membawamu di atas anak unta”. Orang tadi bingung karena ia hanya melihat seekor unta dewasa, bukan anak unta. Lalu Rasulullah berkata: “Bukankan yang melahirkan anak unta itu anak unta juga?” (HR.Abu Dawud dan Tirmidzi).

Rasulullah pernah mencandai seorang gadis yatim di rumah Ummu Sulaim. Rasul berkata kepada gadis yatim itu, ”Engkau masih muda, tapi Allah tidak akan membuat keturunanmu nanti tetap muda. “

Ummu Sulaimah lalu berkata,”Hai Rasulullah, Engkau berdoa kepada Allah bagi anak yatimku, agar Allah tidak membuat keturunannya tetap muda. Demi Allah, ya memang dia tidak muda selama-lamanya.” (HR. Ibnu Hibban, dari Anas bin Malik).

Seorang perempuan tua bertanya pada Rasulullah: “Ya Utusan Allah, apakah perempuan tua seperti aku layak masuk surga?”Rasulullah menjawab : “Ya Ummi, sesungguhnya di surga tidak ada perempuan tua”. Perempuan itu menangis.

Lalu Rasulullah mengutip salah satu firman Allah QS. Al-Waaqi’ah: 35-37, ‘“Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung, dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan, penuh cinta lagi sebaya umurnya” (HR. Tirmidzi).

Rasulullah pernah memeluk sahabat Zahir dari belakang dengan erat.
Zahir: “He, siapa ini? Lepaskan aku!”. Zahir memberontak dan menoleh, ternyata yang memeluknya Rasulullah.

Zahir pun segera menyandarkan tubuhnya dan lebih mengeratkan pelukan Rasulullah. Rasulullah berkata : “Wahai umat manusia, siapa yang mau membeli budak ini?” Zahir: “Ya Rasulullah, aku ini tidak bernilai dipandangan mereka”

Rasulullah: “Tapi di pandangan Allah, engkau sungguh bernilai Zahir. Mau dibeli Allah atau dibeli manusia?” Zahir pun makin meng-eratkan tubuhnya dan merasa damai di pelukkan Rasulullah (HRAhmad dari Anas).

Dalam beberapa riwayat menyebutkan, Rasulullah Saw pernah bercanda ketika memanggil shahabatnya: “Hai yang mempunyai dua telinga “ (HR. Tirmidzi, Abu Dawud, dan Ahmad).

TIDAK MEMPERMAINKAN AJARAN ISLAM

“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan), tentulah mereka menjawab: “Sesungguh-nya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja”. Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?”. Tidak usah kamu minta ma`af, karena kamu kafir sesudah beriman”. (QS. At-Taubah: 65-66).

Contoh ungkapan canda yang mempermainkan ajaran Islam: menerjemahkan ayat “Wahai orang-orang yang beriman…. Yang tidak beriman tidak hai!”, mempermainkan hadist tentang adanya syetan menjadi pihak ketiga bila seorang laki-laki berduaan dengan wanita non-Muhrim, atau ucapan salam “Assalamu’alaikum” yang sering dibuat-buat supaya terdengar lucu.

TIDAK BERDUSTA

Celakalah bagi orang yang berbicara lalu berdusta supaya dengannya orang banyak jadi tertawa. Celakalah baginya dan celakalah”. (HR. Ahmad).

Barang siapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka berkatalah yang baik atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim).

“Sesungguhnya tidaklah aku berbicara kecuali yang benar” (HR Tirmidzi).

TIDAK MENCELA/MENYAKITI HATI

Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mencela sebagian yang lain, karena boleh jadi yang dicela itu lebih baik dari yang mencela” (QS. Al-Hujurat:11).

Janganlah seorang di antara kamu mengambil barang temannya apakah itu hanya canda atau sungguh-sungguh; dan jika ia telah mengambil tongkat temannya, maka ia harus mengembalikannya kepadanya”. (HR. Ahmad dan Abu Daud).

TIDAK MENIRU JENIS KELAMIN LAIN

Seringkali untuk membuat orang tertawa, seorang laki-laki bergaya seperti wanita –pakaian, cara berjalan, atau cara bicaranya.

Dari Ibnu Abbas ra. Ia berkata “Rasulullah SAW melaknat laki-laki yang menyerupai perempuan dan melaknat perempuan yang menyerupai laki-laki”. (HR. Tirmidzi, Abu Dawud, Ahmad, Ad-Darimi). (Abu Faiz, berbagai sumber).*